Minggu, 12 Maret 2017

KEGIKEATAN HUMAS

KEGIKEATAN HUMAS DALAM MENANGANI KELUHAN (COMPLAINTS) PELANGGAN DI PT. PLN (PERSERO) APJ SEMARANG
A.     Latar Belakang
PT. PLN (Persero) APJ Semarang merupakan sebuah institusi yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kelistrikan dengan cakupan pelanggan yang begitu besar. Kenyataannya didalam upaya melayani dan menjalin komunikasi untuk dapat memahami keinginan para pelanggan, sering kita jumpai kesalahpahaman yang berujung pada pernyataan keluhan atau pengajuan komplain kepada perusahaan. Situasi ini menuntut Humas untuk memberikan penanganan yang tepat terhadap setiap komplain dari pelanggan.
Berdasarkan temuan penelitian, proses penanganan keluhan pelanggan meliputi kegiatan pengumpulan data (fact finding), kemudian perencanaan kegiatan (planning), lalu pelaksanan kegiatan (actuating) dan tindakan tindak lanjut (evaluasi).
Pada kegiatan complaint handling yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) APJ Semarang, aspek yang masih sangat kurang dan harus mendapat perhatian serta perbaikan dari manajemen perusahaan adalah mengenai kecepatan atau rentang waktu dalam menyelesaikan komplain. Peningkatan kualitas pelayanan dengan mengadakan perbaikan-perbaikan merupakan hal yang penting agar perusahaan dapat mengembalikan kepercayaan dari pelanggan.
Saat ini masyarakat pengguna jasa sudah semakin rasional dan menginginkan pelayanan yang ”lebih” dari perusahaan, dimana masyarakat menghendaki pelayanan jasa dengan mutu yang lebih baik dari sebelumnya. Perusahaan pelayanan jasa dituntut untuk memfokuskan perhatian pada konsumen atau pelanggannya dengan memperhatikan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dalam menghadapi para pelangganyang heterogen, tersebar keberadaanya, serta dengan keinginan yang berbeda–beda pula tentu menimbulkan kendala – kendala yang menyulitkan bagi pihak perusahaan.

Seiring dengan kemajuan tekhnologi dan pergerakan kehidupan manusia tersebut, keberadaan komunikasi pun menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Komunikasi adalah suatu pertukaran-sebuah konsep yang sederhana tetapi sangatlah vital. Manusia membutuhkan komunikasi untuk dapat berinteraksi dan menjalin relasi dengan individu lain, karena pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial. Begitu pula dengan ” organisasi ” sebagai suatu sistem kemanusiaan yang juga perlu menjalin interaksi dengan lingkungannya, baik secara luas (nasional, regional, ataupun internasional) maupun secara sempit (dalam menjalin hubungan kerja). Keberadaan komunikasi menjadi faktor penting bagi suatu organisasi dalam mencapai target sasaran atau tujuan organisasi tersebut.
Diperlukan adanya jalinan arus komunikasi timbal balik (two way communication) antara perusahaan dengan publiknya (baik itu publik internal maupun publik eksternal) untuk membentuk adanya saling pengertian (mutual understanding) sehingga terjadi kesetaraan kerangka referensi (frame of reference) dan kesamaan pengalaman (field of experience). Saat ini, peran komunikasi timbal balik dalam suatu perusahaan adalah hal yang mutlak dan dilakukan oleh divisi Hubungan Masyarakat (Humas) atau Public Relations (PR). Hubungan Masyarakat (Humas) adalah suatu bentuk komunikasiyang berlaku terhadap semua jenis organisasi baik yang bersifat komersial, disektor publik (pemerintah) maupun privat (swasta). Peran Humas dalam suatu organisasi sangatlah penting terutama bila organisasi tersebut banyak berinteraksi dengan masyarakat luas. Humas membawa pesan, informasi dan komunikasidari organisasi yang diwakilinya untuk disampaikan kepada komunikan (publik) sebagai sasaran atau targetnya.
Salah satu perusahaan potensial negara yang juga merupakan perusahaan besar yang bergerak di bidang jasa dan pelayanan adalah PT. PLN (Persero) yang juga merupakan Badan Usaha Milik Negara yang memberikan jasa pelayanan dibidang kelistrikan. PT. PLN (Persero) APJ Semarang merupakan unit kerja yang berada langsung di bawah PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Tengah & DIY. Sebagai perusahaan yang memonopoli pelayanan jasa kelistrikan di wilayah kerja yang besar, tentu ada keluhan – keluhan (complaints) berkaitan dengan pelayanan jasa yang diberikan perusahaan.
Merespon keluhan pelanggan merupakan bentuk tanggung jawab divisi humas karena salah satu tujuan akhir dari aktivitas humas adalah untuk memberikan kepuasan terhadap semua pihak yang berkepentingan termasuk masyarakat umum. Setiap aktivitas PT. PLN (Persero) APJ Semarang yang berhubungan dengan bagian kehumasan dijalankan oleh bagian kehumasan dibawah pengawasan langsung oleh pimpinan perusahaan.
Dalam membangun proses komunikasi antara pihak perusahaan dengan pelanggan diperlukan media komunikasi penyampai informasi dari pihak perusahaan kepada masyarakat maupun dari pihak masyarakat kepada perusahaan. Keberadaan media sebagai komponen komunikasi dapat berfungsi sebagai wadah pengaduan pikiran dan perasaan (dapat berupa ide informasi, keluhan, keyakinan, himbauan, anjuran dan sebagainya).
B.     PERUMUSAN MASALAH
Dalam upaya menjalin komunikasi dengan masyarakat (konsumen) sebagai pengguna listrik yang utama maka diharapkan perusahaan dapat memahami apa yang menjadi keinginan konsumen. Namun pada kenyataannya kita jumpai kesalahpahaman antara pelanggan dengan pihak perusahaan yang berujung pada pernyataan keluhan atau pengajuan komplain kepada perusahaan. Pengajuan komplain dapat dipicu oleh berbagai hal antara lain ketidakpuasan pelanggan akan prosedur pencatatan meter, pemadaman tanpa pemberitahuan, dan sebagainya.
Disinilah Humas berperan untuk menangani komplain dan menghadapi krisis yang terjadi (facing of crisis). Setiap komplain yang masuk harus segera ditanggapi dan ditangani dengan serius dan cepat sesuai dengan prosedur yang berlaku untuk mencegah semakin meluasnya komplain. Komplain yang tidak segera ditanggapi akan menimbulkan masalah – masalah baru yang dapat menimbulkan pengaruh negatif bagi citra perusahaan di mata masyarakat. Mengingat betapa pentingnya sikap humas dalam memberikan penanganan yang tepat terhadap setiap keluhan pelanggan, maka dalam penanganannya diperlukan sistem umpan balik yang memungkinkan perusahaan tersebut dapat mengetahui secara langsung dari pelanggan itu sendiri, apakah mereka puas terhadap penanganan keluhan pelanggan dari Humas PT. PLN (Persero) APJ Semarang. Karena itu peneliti ingin mengetahui Bagaimana kegiatan Humas PT. PLN (Persero) APJ Semarang dalam menangani keluhan (complaints) pelanggan ?
C.     TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah :
1.      Mendeskripsikan sejauh mana dan apa saja kegiatan Humas PT. PLN (Persero) APJ Semarang ketika melakukan kegiatan penanganan keluhan pelanggan.
2.      Mendeskripsikan keberhasilan kegiatan penanganan keluhan tersebut dilihat dari sudut pandang pelanggan.
D.     KERANGKA TEORI
Public Relations merupakan singkatan dari kata – kata “ the relations with public “ atau dengan istilah Bahasa Indonesia : Hubungan Masyarakat adalah kependekan dari kata – kata “ hubungan dengan masyarakat “, yaitu antara instansi atau perusahaan dengan masyarakat – masyarakat tertentu yang ada kepentingannya. Syamsi, 1980 : 6). Public Relations timbul karena adanya tuntutan kebutuhan. Di dalam suatu perusahaan Public Relations mempunyai tujuan untuk memberikan kepuasan terhadap semua pihak yang berkepentingan, baik pihak internal maupun eksternal.
Seperti yang diungkapkan Rosady Ruslan (2003 : 23) bahwa ruang lingkup tugas Humas atau PR dalam suatu organisasi / lembaga antara lain meliputi aktivitas :
1.      Membina hubungan ke dalam (internal public); yang dimaksud dengan publik internal adalah public yang menjadi bagian dari unit/badan/perusahaan atau organisasi itu sendiri.
2.      Membina hubungan keluar (eksternal public); yang dimaksud publik eksternal adalah publik umum (masyarakat). Mengusahakan tumbuhnya sikap dan gambaran public yang positif terhadap lembaga yang diwakilinya.Pembinaan hubungan yang baik dengan internal public maupun eksternal public tersebut sangat penting untuk diciptakan, dipelihara dan dibina dalam upaya menumbuhkan goodwill dengan kepercayaan public terhadap perusahaan yang bersangkutan, sehingga akan tercipta pengertian dan hubungan yang baik diantara keduanya.

Soemirat dan Ardianto (2002 : 14) menyatakan bahwa konsep Public Relations adalah untuk memahami dan mengevaluasi berbagai opini publik atau isu yang berkembang terhadap suatu organisasi atau perusahaan. Dalam kegiatannya Public Relations memberi masukan dan nasihat terhadap berbagai kebijakan manajemen yang berhubungan dengan opini atau isu public yang tengah berkembang. Dan dalam pelaksanaannya Public Relations menggunakan komunikasi untuk memberitahu, mempengaruhi dan mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku publik sasarannya. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan Public Relations pada intinya adalah citra yang baik (good image), itikad yang baik (goodwill), saling pengertian (mutual understanding), saling mempercayai (mutual confidence), saling menghargai (mutual appreciation) dan toleransi (tolerance).
Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas, bahwa salah satu hasil yang ingin dicapai dari segala kegiatan Public Relations adalah terciptanya saling pengertian (mutual understanding) antara pihak perusahaan dengan publiknya. Hal ini berarti Public Relations harus dapat meminimalisasikan terjadinya kesalahpahaman (misunderstanding). Namun ada kalanya kesalahpahaman tersebut tetap terjadi, karena adanya ketidakpuasan (dissatisfaction) dari pihak pelanggan mengenai jasa atau pelayanan yang diberikan dari perusahaaan. Rasa ketidakpuasan ini kemungkinan besar akan berujung pada pengajuan keluhan (complaints).
Engel, et. al. (1990, p. 545), menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang – kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan. Sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan (Tjiptono & Anastasia, 2003 : 102). Apabila kualitas jasa yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan, maka akan timbul rasa tidak puas atau keluhan. Apabila rasa ketidakpuasan atau keluhan dari pelanggan terhadap suatu jasa pelayanan terus berlanjut tentu akan berdampak negatif terhadap keberhasilan jasa pelayanan tersebut.
Sebelum menggunakan suatu jasa, pelanggan sering memiliki empat skenario jasa yang berbeda (dalam benaknya) mengenai apa yang bakal dialaminya, yaitu :
1.      Jasa yang ideal;
2.      Jasa yang diantisipasi atau diharapkan;
3.      Jasa yang selayaknya diterima (diserved);
4.      Jasa minimum yang dapat ditoleransi (minimum tolerable).Apabila “ jasa minimum yang dapat ditoleransi “ yang diharapkan, lalu terjadi sama dengan atau bahkan melampaui harapan tersebut, maka akan timbul kepuasan. Sebaliknya bila yang diharapkan “ jasa ideal “, maka bila yang terjadi kurang dari harapan tersebut, maka akan terjadi ketidakpuasan. (Tjiptono, 2000 : 151)

Adanya pengajuan komplain pada suatu perusahaan dapat disebut sebagai “ krisis “. Adanya krisis dalam kaca mata Public Relations tidak selalu diidentikkan dengan ancaman. Krisis, apakah itu disebabkan oleh faktor internal (konflik karyawan, konflik manajemen, kegagalan produk) ataupun faktor eksternal (tuntutan konsumen, perubahan kebijakan pemerintah, ataupun konflik elite politis) sering kali malah dianggap sebagai sebuah kesempatan untuk membangun citra secara lebih cepat. Tentu saja, itu sepenuhnya tergantung pada bagaimana krisis tersebut dikelola. Dan juga, pada bagaimana krisis tersebut bisa diprediksi sejak awal (Wasesa, 2005 : 52). Setiap complaints atau keluhan dari pelanggan harus ditindaklanjuti oleh Humas dengan cepat dan harus sesegera mungkin mencari jalan keluar yang efektif. Hal ini berguna untuk mencegah timbulnya masalah yang jauh lebih besar dan pada akhirnya akan menyebabkan jatuhnya reputasi atau citra perusahaan di mata pelanggan.
Peran komunikasi dalam suatu aktivitas manajemen perusahaan besar biasanya diserahkan atau dilaksanakan pleh pihak Public Relations / Humas. Dengan peranan yang dilaksanakan tersebut, Pejabat Humas (PRO Manager) akan melakukan fungsi – fungsi manajemen perusahaan, yang secara garis besar aktivitas utamanya berperan sebagai berikut :
1.      Communicator,
Artinya kemampuan sebagai komunikator baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak / elektronik dan lisan (Spoke Person  atau tatap muka dan sebagainya. Disamping itu juga bertrindak sebagai mediator dan sekaligus persuador.
2.      Relationship;
Kemampuan Humas untuk membangun hubungan yang positif antara lembaga yang diwakilinya dengan public internal dan eksternal. Juga, berupaya menciptakan hubungan saling pengertian, kepercayaan, dukungan , kerja sama dan toleransi antar kedua belah pihak tersebut.
3.      Back up Management;
Melaksanakan dukungan manajemen atau menunjang kegiatan lain seperti manajemen promosi, pemasaran, operasional, personalia dan sebagainya untuk mencapai tujuan pokok perusahaan.
4.      Good Image Maker;
Menciptakan citra atau publikasi yang positif merupakan prestasi, reputasi dan sekaligus menjadi tujuan utama bagi aktivitas Public Relations dalam melaksanakan manajemen kehumasan yaitu membangun citra atau nama baik lembaga/ organisasi dan produk yang diwakilinya (Rosady Ruslan, 2003 : 27). Dengan kemampuan – kemampuan yang dimilikinya diharapkan Humas tidak hanya mampu membangun citra atau identitas perusahaan, tetapi juga mampu menghadapi krisis (Facing of Crisis) termasuk menghadapi keluhan – keluhan dari pelanggan.
Salah satu aktivitas yang dilakukan humas suatu perusahaan adalah menyelenggarakan komunikasi timbal balik (two way communication). Menurut Cutlip & Center komunikasi yang efektif harus dilaksanakan dengan melalui empat tahap, yaitu :
1.      Fact-Finding;
Yang dimaksud dengan Fact-Finding adalah mencari atau mengumpulkan fakta – fakta atau data sebelum seseorang melakukan suatu kegiatan atau tindakan. Misalnya seorang PRO dari sebuah perusahaan, sebelum ia melaksanakan tugas – tugasnya harus mengetahui terlebih dahulu tentang apa yang diperlukan public, siapakah yang termasuk ke dalam public ini, bagaimana keadaan public dipandang dari berbagai segi, mengapa public bersikap masa bodo dan menentang, dsb;
2.      Planning;
Berdasarkan fakta – fakta atau data tadi PRO membuat rencana tentang apa yang harus dilakukan dalam menghadapi problema – problema itu. Untuk menghindarkan kegagalan – kegagalan dalam melaksanakan tugasnya dan memperoleh hasil yang diharapkan, maka komunikasi itu harus well-planed disamping memikirkan anggaran yang diperlukan. Pemikiran tentang komunikasi ini meliputi :
a.       Sender atau komunikator (encoder).
Komunikator dapat berupa seorang individu yang mewakili sesuatu badan atau instansi (unsur yang organized atau institutionalized) atau berupa perseorangan (unsur yang unorganized) dan biasanya orang yang sudah dikenal masyarakat yang disebut “ opinion– leader “.
b.      Message (pesan);
“ Message “ dapat disampaikan dengan secara lisan (secara langsung maupun tidak langsung), tertulis, menggunakan gambar – gambar atau lambang – lambang lainnya yang “ meaningful “ bagi kedua belah pihak (komunikator dan komunikan).
c.       Media;
Media apa yang tepat untuk menyampaikan “ message “ ini ? Kapan waktu yang tepat ?
d.      Komunikan;
Kepada siapa “ message “ itu ditujukan dan bagaimana pengetahuan komunikan tentang masalah yang ada hubungannya dengan “ message “ itu ?
3.      Communicating;
Setelah rencana itu disusun dengan sebaik-baiknya sebagai hasil pemikiran yang mantap atau matang berdasarkan fakta – fakta atau data yang telah dikumpulkannya, PRO kemudian melakukan “ operasinya “.
4.      Evaluation;
Mengadakan evaluasi tentang sesuatu kegiatan adalah perlu untuk menilai apakah tujuan itu sudah tercapai, apaka perlu diadakan lagi “ operasi “ atau perlu menggunakan cara – cara lain untuk mendapatkan hasil yang lebih baik ? (Abdurachman, 1975 : 31). Adanya manajemen penanganan keluhan yang baik akan memberikan peluang bagi perusahaan untuk mengubah konsumen yang tidak puas (unsatisfied customer) menjadi konsumen yang puas (satisfied customer) terhadap produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Setelah sumber dari permasalahan ditemukan kemudian harus segera diatasi dan ditindaklanjuti serta diupayakan agar tidak ada lagi keluhan yang sama dari konsumen di masa yang akan datang.
Penilaian atas suatu manajemen komplain yang efektif menurut Patterson (Tjiptono & Anastasia, 2000 : 173) didasarkan pada karakteristik-karakteristik utama berikut :

1.      Komitmen.
Pihak manajemen dan semua anggota memiliki komitmen yang tinggi untuk mendengarkan dan menyelesaikan masalah komplain dalam rangka peningkatan produk dan jasa.
2.      Visible;
Manajemen menginformasikan secara jelas dan akurat kepada pelanggan dan karyawan tentang cara penyampaian komplain dan pihak – pihak yang dapat dihubungi.
3.      Acessible;
Perusahaan menjamin bahwa pelanggan secara bebas, mudah dan murah dapat menyampaikan komplain, misalnya dengan menyediakan saluran telepon bebas pulsa atau amplop berperangko.
4.      Kesederhanaan;
Prosedur komplain sederhana dan mudah dipahami pelanggan.
5.      Kecepatan;
Setiap komplain ditangani secepat mungkin. Rentang waktu penyelesaian yang realistis diinformasikan kepada pelanggan. Selain itu setiap perkembangan atau kemajuan dalam penanganan komplain yang sedang diselesaikan senantiasa dikomunikasikan kepada pelanggan yang bersangkutan.
6.      Fairness;
Setiap komplain mendapatkan perlakuan yang sama, adil, tanpa membeda-bedakan pelanggan.
7.      Konfidensial;
Keinginan pelanggan akan privasi dan kerahasiaan dihargai dan dijaga.
8.      Records;
Data mengenai komplain disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan setiap upaya perbaikan berkesinambungan;
9.      Sumber Daya;
Perusahaan mengalokasikan sumber daya dan infrastruktur yang memadai untuk pengembangan dan penyempurnaan sistem penanganan komplain, termasuk didalamnya adalah pelatihan karyawan;
10.  Remedy;
Pemecahan dan penyelesaian yang tepat (seperti permohonan maaf, hadiah, ganti rugi, refund) untuk setiap komplain ditetapkan dan diimplementasikan secara konsekuen.
E.      DEFINISI KONSEPTUAL
Keluhan pelanggan adalah ketidaksesuaian antara harapan pelanggan dengan kualitas jasa yang diberikan oleh pihak perusahaan. Sedangkan kegiatan penanganan keluhan pelanggan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pihak Public Relations (yang sekaligus menangani Customer Relations) untuk mengetahui “ apa dan bagaimana “ menangani keluhan atau komplain (PR of Complaint handling) dengan cara mengetahui kebutuhan – kebutuhan dasar konsumen serta kemudian bagaimana menghadapi dan melayani keluhan dari pihak pelanggan tersebut. (Ruslan, 2002 : 292)
F.      DEFINISI OPERASIONAL
Kegiatan humas PT. PLN (Persero) APJ Semarang dalam menangani setiap komplain dari pelanggan dapat dilihat dari sejauh mana keterlibatan Humas selama proses pengumpulan fakta (Fact Finding), perencanaan (Planning), pelaksanaan (Communicating) hingga evaluasi program penanganan keluhan pelanggan (Evaluating).

                    

CERITA PENDEK

Awal cerita kami
Di sini lah kami semua memulai sebuah cerita yang baru dan belum pernah kami rasakan sebelumnya, pahit, manis, asam semua telah kami rasakan  bersama-sama tiap detik, menit, jam dan hari.perjalanan ini di mulai sejak memasuki SMA NEGERI 9 BULUKUMBA, awalnya kami tidak saling mengenal satu sama lain,rasa  canggung dan malu masih menyelimuti kami pada saat itu.seiring berjalannya waktu kami pun bisa mengenal walaupun masih rada-rada malu,tapi walaupun begitu kami bisa akrab seperti sekarang ini karena iringan waktu.
Rasa ego kadang menghampiri kami semua, sehingga menyebabkan kesalah pahaman diantara kami, hal ini hampir memecahkan kebersamaan kami. Perbedaan pendapat kadang menimbulkan perselisihan yang tak berujung, tapi kami semua sadar, bahwa keegoisan dapat menghancurkan kebahagian yang telah kami bangun bersama-sama dengan susah payah.
Perjalanan kami tidak sampai disini, ada kalanya kami semua merasa tertekan terhadap suatu hal seperti tugas yang mengatakan SELAMAT DATANG setiap jamnya, kami menganggapnya kalau tugas itu sudah merupakan sarapan kami disekolah walaupun tidak mengenyangkan. Ada halnya kami bekerja sama dalam menyelesaikan tugas-tugas itu, kadang kala seorang teman kami berkata “Alalalala...!!! ada juga yang berkata “LEKNYONGI” kata mr. Felin dan Mr. Idil.
Walaupun begitu, semuanya tetap kami jalani dengan canda tawa, suka duka, dan cinta.
Sekian dan terima kasih. . .
SALAM KAMI

- Novi ardianti asnur       - Anggi prakasi       - Nur hikma           
 - Rifdah masrurah             - Arisandi               - Nurfadillah        
X.F

             #.. tunggu edisi selanjutnya……..he..he..hee….

SEJARAH SURAT KABAR DAN MAJALAH DI INDONESIA


Surat Kabar di Indonesia
Era Penjajahan Belanda (1700-1900)
Pada era 1700-1900, telah beredar surat kabar yang diterbitkan oleh penjajah Belanda: Kort Beiricht Eropa, Bataviase Nouvelles, Vendu Nieuws, dan
Bataviasche Koloniale Courant. Ditulis berbahasa Belanda dengan mutu, bentuk, dan tampilan yang sangat sederhana. Fungsinya: mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada masa itu. Belanda memang negara yang sangat memerhatikan dokumentasi.

Era Prakemerdekaan (1900-1945)
Memasuki era 1900-an, kualitas dan fungsi surat kabar meningkat. Bukan lagi sebatas sarana dokumentasi, tapi berkembang menjadi sarana menyampaikan saran, kritik, dan aspirasi, terutama bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia.
Medan Prijaji adalah surat kabar pertama yang terbit dan dikelola oleh orang Indonesia. Surat kabar berbahasa Indonesia dengan bahasan politik ini terbit pada Januari 1907. Pelopornya adalah Raden Mas Tirtoehadisoerjo.

                



Kehadiran Medan Prijaji menjadi penggerak terbitnya surat kabar lain yang dipelopori tokoh-tokoh perjuangan: Oetoesan Hindia oleh Hadji Oemar Said Cokroaminoto (tokoh Islam); Halilintar dan Nyala oleh Samaun (tokoh kiri), Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Ki Hajar Dewantara (tokoh nasionalis); Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada harahap (Wartawan senior yang dijuluki the King of Java Press); Suara Rakyat Indonesia, Sinar Merdeka, dan Sinar Indonesia oleh Soekarno (tokoh demokrat yang menjadi presiden pertama Indonesia), dan masih banyak lagi surat kabar lainnya, terbit dan tersebar di pelbagai wilayah.
Surat kabar tersebut di atas tidak bertahan lama. Satu persatu berguguran. Bangkrut karena modal kurang dan pembredelan oleh negara penjajah, Belanda dan Jepang, menjadi penyebabnya. Bahkan, pada saat Jepang menguasai Indonesia tahun 1942, surat kabar yang terbit di Indonesia hanya satu: Djawa Shimbun. Ada kemudian beberapa surat kabar yang diijinkan terbit oleh Jepang, seperti Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia, tapi operasionalnya diawasi ketat oleh Jepang.

Era Pascakemerdekaan (1945-1950)
Pada saat Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan terusir dari Indonesia pada 1945, Belanda, yang diboncengi oleh Inggris, kembali mencoba mengendalikan percetakan dan penerbitan surat kabar. Namun, berkat perjuangan Soekarno dan tokoh-tokoh pejuang lainnya, hal tersebut gagal. Bahkan, surat kabar Belanda ditutup dan perusahaan percetakan miliknya dinasionalisasi menjadi milik Indonesia.
Pada 1946, surat kabar menemukan jati dirinya. Terbentuknya organisasi Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS) pada Juni 1946, menyusul terbentuknya organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada Febuari 1946, menjadi faktor penyebab. Hadirnya kedua organisasi ini setidaknya memberikan tujuan, visi, dan misi yang jelas bagi keberlanjutan surat kabar.

Era Orde Lama (1950-1965)
Pada era 1950-an, dipelopori partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa, surat kabar tumbuh dan menjamur. Data tahun 1954, beredar 105 surat kabar harian dengan oplah 697.000 eksemplar di seluruh Indonesia. Pada 1959, jumlah surat kabar menurun menjadi hanya 94, tetapi oplahnya meningkat menjadi 1.036.500 eksemplar.
Surat kabar besar pada masa itu adalah Harian Rakjat (Partai Komunis Indonesia), Pedoman (Partai Sjarikat Islam), Suluh Indonesia (Partai Nasional
Indonesia), dan Abadi (Masjumi).
Dalam perjalanannya, presiden Soekarno melalui demokrasi terpimpinnya menerapkan pers terpimpin. Surat kabar yang isinya tidak sejalan dengan tujuan demokrasi terpimpin dibredel dan dicabut izin terbitnya. Indonesia Radja milik Moechtar Loebis dan Pedoman milik Rosihan Anwar adalah sebagian surat kabar yang dibredel pemerintahan orde lama, Soekarno.

Era Orde Baru (1966-1998)
Orde baru ditandai dengan jatuhnya presiden Soekarno, dibubarkannya Partai Komunis Indonesia (PKI), dan naiknya Soeharto menjadi Presiden Indonesia kedua. Surat kabar pro-PKI ditutup. Hanya surat kabar milik tentara, nasionalis, agama, dan kelompok independen yang diizinkan terbit: (1) surat kabar tentara: Angkatan Bersenjata, Berita Yudha, Ampera, Api Pancasila, dan Pelopor Baru; (2) surat kabar nasionalis: Suluh Marhaen, El Bahar, dan Warta Harian; (3) surat kabar Islam: Duta Masyarakat, Angkatan Baru, Suara Islam, dan Mercusuar; (4) surat kabar Kristen: Kompas dan Sinar Harapan.

              


Pembatasan pers juga diterapkan oleh pemerintahan orde baru, Soeharto. Surat kabar yang dianggap berbahaya dan tidak sejalan dengan tujuan pemerintah akan dibredel, terlebih surat kabar yang menyinggung Cendana dan kroni-kroninya. Pembredelan terbesar terjadi pada saat peristiwa
Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari), 12 surat kabar dan majalah dibredel: Indonesia Raya, Pedoman, Harian KAMI, Nusantara, Abadi, The Jakarta Times,
Mingguan Wenang, Pemuda Indonesia, Suluh Berita, Mahasiswa Indonesia, Indonesia Pos, dan Ekspress.
Berkaitan dengan kebijakan pembredelan itu, Ali Moertopo (tangan kanan presiden Soeharto) pernah mengatakan bahwa kebebasan pers yang disalahgunakan dapat mengganggu pembinaan politik, oleh karena itu, pers harus dikendalikan dan dibina. Kebijakan pembredelan berlangsung hingga orde baru runtuh pada Mei 1998.
Dalam perjalanannya, era orde baru menjadi saksi lahirnya surat kabar dan majalah besar di Indonesia: Kompas (P. K. Oetjong dan Jacoeb Oetama), Sinar Harapan (H. G. Rorimpandey), Tempo (Goenawan Mohamad), Media Indonesia (Surya Paloh), dan lainnya.

Era Reformasi (1998-2000)
Era reformasi adalah era kebebasan pers. Presiden ketiga Indonesia, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, membubarkan Departemen Penerangan,
biang pembatasan pers pada orde baru yang dipimpin Harmoko. Surat kabar dan majalah kemudian dibiarkan tumbuh dan menjamur, begitu juga media-media lainnya: televisi dan radio. Tanpa tekanan; tanpa batasan. "Informasi adalah urusan masyarakat," kata Gus Dur.
Kebebasan ini kemudian melahirkan raksasa-raksasa media. Disebut raksasa karena hampir semua lini media digeluti: surat kabar, majalah, televisi,
radio, dan website (surat kabar digital). Mereka adalah Kompas (Jacoeb Oetama), Jawa Pos (Dahlan Iskan), Media Indonesia (Surya Paloh), Media Nusantara Citra (Hary Tanusoedibjo), dan Tempo (Goenawan Mohamad). Luar biasanya, media mereka sampai ke daerah-daerah di seluruh Indonesia.


Era Digitalisasi (2000-Sekarang)
Era digitalisasi ditandai dengan berkembang pesatnya internet. Perkembangan internet ditandai dengan lahirnya surat kabar digital melalui media
website di internet. Pelopornya adalah detik.com. Tak lama kemudian, lahirlah surat kabar digital lainnya: beritanet.com, kompas.com, tempo.co.id, antara.com, dan lainnya.

Bahkan, orang pribadi pun bisa membuat surat kabar digital sendiri melalui media blogger.com atau wordpress.com. Ada prediksi yang mengatakan
bahwa kehadiran surat kabar digital akan menghilangkan surat kabar sumber daya alam mendukung prediksi tersebut. Dan faktanya sudah terjadi di Amerika Serikat, perusahaan media Settle Post menutup operasional surat kabar siknya dan lebih memilih beroperasi melalui surat kabar digital.


Geliat surat kabar digital tersebut menimbulkan kekhawatiran Dahlan Iskan, pimpinan media Jawa Pos Grup. Menurut Dahlan, secara bisnis, surat kabar digital sangat tidak menguntungkan dibandingkan surat kabar Dia kemudian mencontohkan detik.com yang laba bersihnya sebulan hanya mencapai ratusan juta rupiah, sangat jauh dibandingkan surat kabar  yang mencapai miliaran rupiah.

Ke Mana Arah Surat Kabar di Indonesia?
Saat ini, surat kabar digital berjalan beriringan dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hampir dikatakan tidak ada masalah antara keduanya. Yang masalah sekarang justru pada isi dari surat kabar itu sendiri -tentunya juga isi media-media lain- yang terlalu bebas, tanpa etika.

Saat ini, kebebasan pers telah melahirkan kebablasan pers. Fakta telah bercampur dengan ksi. Karya jurnalistik yang bersifat objektif telah diracuni
oleh sikap subjektif wartawan, demi berita bagus, demi uang. Masyarakat tidak bisa memastikan apakah berita yang tertulis di surat kabar tiap harinya adalah berita benar atau sampah. Sangat berbahaya. Keadaan ini telah menjadi perdebatan oleh dua organisasi wartawan: Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Surat kabar di Indonesia harus berkualitas. Menyajikan berita-berita fakta, menarik, membangun, dan memberikan solusi, bukan menjatuhkan, menyebar aib, dan provokatif, terlebih dengan kondisi negara kita saat ini yang masih menuju

kebaikan.

semoga bermaanfaat teman teman